Amelia Ahmad Yani: Ibu Sosok yang Tabah, Ulet, Berani dan Jujur

 


Gerakan 30 September 1965 (G30S) menjadi peristiwa yang kelam di Indonesia. Perekonomian dengan tingkat inflasi 650 persen memperparah kondisi kehidupan masyarakat saat itu.

Demikian pula bagi keluarga korban penculikan gerakan 30 September. Sebut saja keluarga Almarhum Jenderal Ahmad Yani. Pasca peristiwa kelam tersebut Yayuk Ruliah Sutodiwirjo, istri almarhum Jenderal A Yani harus menghidupi delapan anaknya.

“Almarhumah (Ibu Yayuk Ruliah Sutodiwirjo) harus berjualan minyak untuk mencukupi kebutuhan saat itu. Dan tahun 60 an adalah waktu yang sulit,” kata Amelia Ahmad Yani, puteri Jenderal A Yani melalui gawai, Rabu (22/12/2021).

Baca Juga : Hari Ibu, Mensos Ajak Kaum Ibu Terus Lakukan Kerja Bermanfaat

Menurut dia, ibunya adalah sosok yang pantang menyerah. Dia tidak mau bergantung dari pemberian orang lain. Meskipun setiap bulan hanya menerima uang pensiun Rp150 ribu dan 20 Kg beras.

“Ibu selalu berusaha tangannya untuk tidak meminta. Dan itu dilakukan dengan berjualan beras dan minyak di daerah Kemang, Jakarta Selatan,” terangnya.

Ia menuturkan, daerah Kemang saat itu masih sangat sepi dan menjadi sentra pembuatan tahu. Daerah Kemang juga masih banyak ditemukan sapi, sehingga daerah tersebut bau.

Baca Juga : Hari Ibu Momentum Perjuangan Pergerakan Perempuan

“Dulu orangtua membeli tanah di Kemang dengan Rp25 permeter. Dan lahan itu digunakan untuk tempat berjualan oleh Ibu Yayuk,” katanya.

Amelia kecil saat itu malu dan menangis melihat ibunya harus berjualan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tapi dengan tegar, ibunya terus meyakinkan Amelia kecil, bahwa berjualan itu mulia.

“Yang penting ibu tidak mencuri. Biarlah ibu yang membanting tulang ‘kepala jadi kaki, kaki jadi kepala’. Yang penting kamu sekolah,” ucap Amelia mengenang nasehat ibunya.

Perjuangan Yayuk saat itu sangat berat. Kendati kehidupan masyarakat Indonesia secara ekonomi saat itu sangat sulit. “Soal penculikan dan pembunuhan oleh gerakan 30 September memperberat, tapi kehidupan seluruh rakyat saat itu sulit. Apalagi tingkat inflasi mencapai 650 persen,” katanya.

Sebagai istri seorang prajurit, ibunya menjadi sosok yang terlatih. Sebab, ia sering ditinggal ayahnya (A Yani) melakukan tugas operasi militer. Sehingga kemandirian ibunya kuat.

“Dan hingga saat ini saya pun menerapkan apa yang ibu ajarkan kepada saya. Nasehat agar tidak menengadah untuk meminta-minta. Ini soal harga diri,” ungkapnya.

“Nasehat ibu, lebih baik makan pakai nasi, sayur asem dan tempe daripada harus minta-minta untuk makan daging,” imbuhnya.

Yayuk berhasil mengatasi masalah dengan seorang diri. Dia membesarkan delapan anaknya. “Saat ditinggal ayah, kakak pertama nomor 2 baru tingkat 1 di UI dan adik paling kecil usianya 7 tahun,” bebernya.

Yayuk sering sekali pontang panting untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Wajahnya kerap terlihat bengkak dan mengurung diri di kamar dua hari karena sakit.

“Dia (Ibu) harus membesarkan anak-anak dengan cara beliau. Jadi dia akan bangkit setelah sembuh,” ujarnya.

Ia mengaku masih ingat dengan pesan ibunya untuk selalu bersyukur atas pemberian dari Tuhan. Ia selalu membesarkan hati Amelia kecil yang kerap menangis saat ibundanya menerima uang pensiun.

“Waktu itu saya sering menangis, kok cuma segitu dapatnya (uang pensiun). Ibu selalu membesarkan hati saya, agar selalu bersyukur meskipun dengan uang itu tidak cukup untuk membayar listrik,” terangnya.

“Banyak pelajaran yang saya peroleh dari ibu, seperti ketabahan, keuletan dan keberanian serta jujur,” imbuhnya.

Amelia berpesan di Hari Ibu agar kaum perempuan untuk menjadi ibu yang baik untuk putra putri dan keluarga. (nas)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

podcast ngaco indoposco

ngaco

414 Orang Positif Omicron